Sabtu, 04 Februari 2012

Syarat "laa ilaha illallah"

Syarat "laa ilaha illallah"


Kita harus menyadari bahwa yang dimaksud kaitannya dengan syarat-syarat kalimat la ilaha illallah di sini bukan hitungan pengucapan dan menghapalnya. Banyak orang awam yang berkumpul dan melafadzkannya dan selalu mewajibkannya, meskipun dikatakan kepada mereka bahwa : "Kalimat tersebut tidak akan memberi kebaikan kepadamu, meskipun amu mengulang-ulangi pengucapannya, selama kamu masih terpuruk/terperosok dalam hal-hal yang membatalkannya." Sesungguhnya taufiq itu hanya ada pada kekuasaan Allah SWT.

Rahasia itu adalah titik permulaan yang dirintis oleh Rasulullah SAW. , yaitu berupa kalimat la ilaha illalah Muhammad rasulullah. Kalimat yang mencabik-cabik setiap hubungan dan mengenyahkan setiap keterikatan, kecuali keterikatan akidah dan hubungan kecintaan karena Allah serta persaudaraan karena iman.

Sehingga semua selain hubungan itu dianggap sia-sia. Baik hubungan darah, keturunan, daerah, bangsa maupun warna kulit.

Dari Abu Hurairah RA., ia berkata bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : "esungguhnya pada hari kiamat Allah berfirman : "Manakah orang-orang yang saling mencinta karena kebesaran-Ku? Pada hari ini Aku melindungi mereka di bawah Lindungan-Ku, suatu hari yang tiada perlindungan selain perlindungan-Ku".  (Shahih Muslim)

Bagian pertama dari kalimat tauhid ini adalah : laa ilaha illallah. Maksudnya : Tidak ada yang patut disembah selain Allah. Dengan begitu, kalimat tersebut meniadakan sesembahan selain Allah dan menetapkan sesembahan itu hanya bagi Allah semata.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : "Tidak ada kesenangan dan kenikmatan yang sempurna bagi hati kecuali dalam kecintaan kepada Allah dan bertaqorrub kepada-Nya dengan mengerjakan apa-apa yang dicintai-Nya. Kecintaan ini tidak akan terwujud kecuali dengan berpaling dari kecintaan kepada selain-Nya. Inilah hakikat la ilaha illalallah. Inilah jalan Ibrahim a.s. dan semua Nabi serta Rasul."  (Majmu' Fatawa)

Firman Allah : "Karena itu barangsiapa ingkar kepada thagut dan beriman kapada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus"  (QS. Al-Baqarah: 255)

Berkaitan dengan masalah ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata : "Ketahuilah bahwa manusia belum menjadi mukmin kepada Allah kecuali kufur kepada thagut. Dalilnya adalah ayat di atas"  (Durarus Sunniyyah)

Kalimat tauhid merupakan wala' kepada syariat Allah sekaligus bara' kepada hukum-hukum jahiliyah. Kalimat tauhid juga merupakan peniadaan dan penetapan. Ia meniadakan empat dan menetapkan empat perkara.

Empat perkara yang ditiadakan adalah : sesembahan, thagut, tandingan dan tuan.

Yang dimaksud sesembahan adalah apa-apa yang dimaksudkan bisa mendatangkan kebaikan atau menyingkirkan bahaya walau sedikitpun, lalu dijadikan sebagai sesembahan.

Yang dimaksud thagut adalah orang yang disembah dan dia rela disembah, atau yang diharapkan untuk disembah.

Yang dimaksud tandingan adalah apa yang membuatmu terlena dari Islam, entah itu keluarga, tempat tinggal, sanak saudara, ataupun harta benda, sebagaimana Firman Allah  : "Dan di antara manusia ada yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah." (QS. Al-Baqarah: 165)

Yang dimaksudkan tuan adalah orang yang memberikan fatwa kepadamu yang menyalahi kebenaran dan kamu menaatinya, sebagaimana Firman Allah : "Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah" (QS. At-Taubah: 31)

Kalimat tauhid menetapkan empat perkara: tujuan akhir, kecintaan, rasa takut, dan pengharapan.

Yang dimaksud tujuan akhir adalah apa yang kamu tuju hanya Allah semata.

Yang dimaksud dengan kecintaan adalah seperti yang difirmankan Allah  : "Dan orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah". (QS. Al-Baqarah 165)

Yang dimaksud rasa takut dan pengharapan adalah seperti Firman Allah SWT. : "Dan jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  (QS. Yunus: 107)

Sejak awal hingga akhir Al-Qur'an selalu menjelaskan makna laa ilaha illahllah, dengan cara meniadakan perbuatan syirik dan cabang-cabangnya, menetapkan keikhlasan dan syari'atnya. Setiap perkataan dan amal shalih yang dicintai Allah merupakan salah satu makna dari kalimat tersebut. Maka dari itu kalimat inipun dinamakan Allah dengan istilah taqwa.

Yang dimaksudkan dengan taqwa  adalah rasa takut terhadap kemarahan Allah SWT. dan siksa-Nya, dengan cara meninggalkan syirik dan maksiat, memurnikan ibadah kepada Allah, mengikuti perintah-Nya sesuai dengan yang telah disyari'atkan oleh Rasulullah SAW.

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu juga menjelaskan pengartian taqwa: "Hendaklah kamu berbuat dengan taat kepada Allah, berada di atas cahaya dari Allah, mengharap pahala dari Allah, meninggalkan kedurhakaan kepada Allah berdasarkan cahaya dari-Nya dan takut kepada siksa-Nya."

Kalimat Tauhid Bukan sekedar Lafadz.

Ibnul Qoyyim rahimahullah  berkata : "Tauhid bukan sekedar pernyataan seorang hamba bahwa tidak ada pencipta selain Allah, Allah adalah Rabb dan penguasa segala sesuatu, sebagaimana orang-orang yang menyembah berhala juga mengatakan itu, tetapi mereka tetap berada dalam kemusyrikan. Tetapi tauhid mengandung kecintaan kepada Allah, tunduk dan menyerahkan diri, patuh sebenar-benarnya untuk taat kepada-Nya, memurnikan ibadah kepada-Nya, menghendaki pertemuan dengan Wajah-Nya Yang Maha Tinggi dengan segenap perkataan dan perbuatan, memberi dan menahan, mencinta dan marah karena-Nya serta menghindarkan diri dari segala hal yang menyeret pada kedurhakaan kepada-Nya."

Orang-orang kafir Makkah menyadari maksud Nabi SAW. mengenai kalimat Laa ilaha illallah. Mereka enggan dan takabbur, sehingga pengetahuan mereka itu tidak memberi manfaat kepadanya. Maka ketika Nabi SAW. berkata kepada mereka: "Katakanlah Laa ilaha illallah" merekapun menjawab "Mengapakah ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu menjadi sesembahan Yang Satu saja? Sungguh sangat mengherankan".

Bila anda menyadari bahwa orang-orang kafir justru mengetahui makna kalimat ini, tentu sangat mengherankan jika kita orang Islam justru tidak mengetahui penafsiran kalimat tersebut.

Setiap orang yang berilmu tentu mengetahui bahwa jika syahadat hanya terbatas pada ucapan semata-mata, tentu hal ini akan terlalu enteng bagi orang-orang kafir Quraisy. Mereka dapat mengucapkannya, lalu terbebas dari pengertiannya.

Tapi kalimat ini mempunyai makna yang mampu merombak kondisi jahiliyah dan menghancurkan kelaliman dan perbudakan manusia. Kalimat ini mempunyai kepentingan membebaskan penyembahan manusia atas yang lain menuju penyembahan kepada Allah.

Taqwa merupakan ukuran dan kebanggaan, bukan tradisi jahiliyah yang diwariskan bapak dan nenek moyang. Maka setiap Muslim yang benar-benar dalam keIslamannya akan memperoleh kebenaran dalam menyelami kalimat ini, sehingga ia termasuk orang yang menyembah Allah berdasarkan pengetahuan, kepandaian dan keyakinan.

Wahb bin Munabbih pernah ditanya : "Bukankan laa ilaha illallah merupakan kunci surga?" Wahb menjawab : Benar tetapi tidak ada kunci kecuali ia mempunyai gigi-gigi. Apabila engkau datang sambil membawa kunci yang ada giginya, maka surga akan dibukakan bagimu, Kalau tidak, maka surga tidak akan dibukakan bagimu"

Yang dimaksud gigi-gigi disini adalah syarat-syarat laa ilaha illallah, yang insya Allah akan kami terbitkan pada edisi mendatang.  Wallahu A’lamu bish-showab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar