Senin, 29 Oktober 2012

William Suhaib Webb


William Suhaib Webb, 

Mualaf yang Menjadi Duta Islam di AS



Sebagai seorang mualaf,William Suhaib Webb mengakui tidak gampang baginya hidup di tengah masyarakat non-Muslim di AS. Namun ia berusaha untuk menunjukkan citra Islam yang sebenarnya dan menciptakan kehidupan beragama yang harmonis di tengah makin menguatnya kecurigaan dan Islamofobia di kalangan masyarakat AS.
“Sebagai mualaf yang masih berusia muda, saya tidak sepenuhnya nyaman untuk menjadi siapa saya yang sebenarnya. Saya mengadopsi budaya berbeda, dan saya tidak dibesarkan dengan budaya itu,”" kata Webb dalam wawancara telepon dengan Reuters.
Webb yang kini berusia 38 tahun, masuk Islam di awal tahun 1990-an. Keinginannya yang besar untuk menggali ilmu tentang Islam, membuatnya memutuskan untuk pergi ke Timur Tengah.
“Saya datang ke Timur Tengah dengan euforia yang tinggi dan konsep-konsep yang utopis,” tutur Webb yang sekarang menjadi imam di sebuah masjid di AS dan mengelola situs untuk anak muda Muslim.
Webb belajar syariah Islam di Universitas Al-Azhar, Mesir. Saat belajar di Al-Azhar ia menyadari ada kesalahpahaman yang salah tentang agama Islam yang baru dipeluknya. “Begitu saya belajar syariah, saya mulai menyadari bahwa … wah, saya sudah salah memahaminya, dan saya benar-benar ingin merasa nyaman dengan siapa saya dan dengan merangkul diri saya sebagai seorang pribadi manusia,” tukas Webb.
Semangatnya mempelajari Islam dan aktivitasnya sebagai seorang mualaf, terutama di kalangan anak muda selama lebih dari satu dekade, membuahkan hasil dan pada tahun 2010, Webb terpilih sebagai salah satu dari 500 orang “Most Influential Muslims in the World” oleh sebuah lembaga think-tank Islam di AS.
Selain membina anak-anak muda Muslim, Webb juga dikenal sebagai sosok yang membela hak-hak kaum perempuan dan aktif melibatkan komunitas agama dalam berbagai kegiatan.
Webb menyatakan, radikalisasi tumbuh subur di AS ketika Muslim dan non-Muslim sama-sama meyakini bahwa Islam tidak sesuai dengan Amerika. “Muslim adalah bagian dari kekayaan budaya AS dan sudah menjadi bagian dari budaya kita lebih dari …siapa yang tahu berapa lam,” imbuh Webb.
Ia tidak menutup kemungkinan adanya ekstrimis yang membujuk anak-anak muda Muslim, menyesatkan mereka dari ajaran Islam yang sebenarnya. Di sisi lain, anak-anak muda Muslim juga diasingkan oleh non-Muslim karena pandangan mereka yang salah tentang Islam dan Muslim.
Isu radikalisme Muslim di AS mencuat kembali ketika Komite Dewan Keamanan Dalam Negeri Kongres AS menggelar rapat dengar pendapat tentang radikalisasi di kalangan Muslim AS yang digagas senator Peter King.
Keith Ellison, muslim pertama AS yang menjadi anggota Kongres mengecam rapat dengar pendapat itu dan meyatakan King secara tidak adil sudah menyamaratakan semua Muslim atas tindakan yang dilakukan segelintir Muslim radikal.
Isu Islam dan Muslim makin panas di AS, menyusul maraknya sikap antisyariah Islam di AS. Sedikitnya 13 negara bagian di AS menyatakan menolak penerapan syariah Islam. Belum lagi polemik rencana pembangunan masjid dan Islamic Center di dekat Ground Zero yang baru saja mereda.
Menurut Webb, semua permasalahan itu muncul karena kesalahpahaman sebagian besar masyarakat AS terhadap Islam dan Muslim. “Muslim Amerika, mau tidak mau harus bersentuhan dengan budaya Amerika, agar bisa memberikan jawaban pada budaya Amerika, tentang persoalan dalam budaya Amerika,” tukasnya. (eramuslim/ln/oi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar