Selasa, 29 April 2014

Ketika Seseorang Kehilangan Tauhid


Allah ta’ala berfirman,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (QS. Al-Ma’idah: 72)
Tatkala tauhid adalah sebab utama keselamatan dan kunci kebahagiaan, maka kehilangan tauhid merupakan musibah dan petaka terbesar bagi seorang hamba. Oleh sebab itu Khalilur Rahman Ibrahim ‘alaihis salam berdoa kepada Allah untuk diselamatkan dari jurang kemusyrikan. Allah menceritakan doa beliau dalam firman-Nya,
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari menyembah patung.” (QS. Ibrahim: 35)
Tatkala tauhid merupakan sebab utama keselamatan dan kunci kebahagiaan, maka melalaikan dakwah tauhid adalah sebab utama kegagalan dakwah. Karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -dan para rasul yang lain- menjadikan dakwah tauhid sebagai misi utama dan tugas pokok mereka di atas muka bumi ini. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
Tidaklah Kami mengutus sebelum kamu seorang rasul pun melainkan kami wahyukan kepada mereka bahwa tidak ada sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku saja.” (QS. Al-Anbiya’: 25)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maka setiap kitab suci yang diturunkan kepada setiap nabi yang diutus semuanya menyuarakan bahwa tidak ada ilah [yang benar] selain Allah, akan tetapi kalian -wahai orang-orang musyrik- tidak mau mengetahui kebenaran itu dan kalian justru berpaling darinya…” “Maka setiap nabi yang diutus oleh Allah mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Bahkan fitrah pun telah mempersaksikan kebenaran hal itu. Adapun orang-orang musyrik sama sekali tidak memiliki hujjah/landasan yang kuat atas perbuatannya. Hujjah mereka tertolak di sisi Rabb mereka. Mereka layak mendapatkan murka Allah dan siksa yang amat keras dari-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [5/337-338] cet. Dar Thaibah)
Sehingga, memprioritaskan dakwah tauhid adalah sebuah keniscayaan. Karena meninggalkan atau melalaikan dakwah tauhid akan berujung kepada kehancuran. Mereka yang memandang sebelah mata kepada dakwah tauhid, atau mereka yang menganggap dakwah tauhid telah ketinggalan jaman dan tidak memberikan solusi konkret bagi problem-problem kekinian; seolah-olah mereka ingin mengatakan bahwa kejayaan Islam dan kesuksesan umat bisa diraih tanpa pemurnian tauhid dan pembenahan aqidah?!
Syaikh Khalid bin Abdurrahman Asy-Syayi’ hafizhahullah berkata, “perkara yang pertama kali diperintahkan kepada [Nabi] al-Mushthafa shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu untuk memberikan peringatan dari syirik. Padahal, kaum musyrikin kala itu juga berlumuran dengan perbuatan zina, meminum khamr, kezaliman dan berbagai bentuk pelanggaran. Meskipun demikian, beliau memulai dakwahnya dengan ajakan kepada tauhid dan peringatan dari syirik. Beliau terus melakukan hal itu selama 13 tahun. Sampai-sampai sholat yang sedemikian agung pun tidak diwajibkan kecuali setelah 10 tahun beliau diutus. Hal ini menjelaskan tentang urgensi tauhid dan kewajiban memberikan perhatian besar terhadapnya. Ia merupakan perkara terpenting dan paling utama yang diperhatikan oleh seluruh para nabi dan rasul…” (lihat ta’liq beliau dalam Mukhtashar Sirati an-Nabi wa Sirati Ash-habihi al-’Asyrati karya Imam Abdul Ghani al-Maqdisi, hal. 59-60)
Ibarat sebuah bangunan, maka tauhid adalah pondasi dan pilar-pilar penegak kehidupan. Tanpa tauhid tidak akan tegak bangunan kehidupan. Dan tanpa tauhid tidak akan tegak masyarakat Islam. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma, beliau menuturkan bahwa tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu ke negeri Yaman, maka beliau berpesan kepadanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi sekelompok orang dari kalangan Ahli Kitab, maka jadikanlah perkara pertama yang kamu serukan kepada mereka syahadat laa ilaha illallah.” Dalam sebagian riwayat disebutkan, “Supaya mereka mentauhidkan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh sebab itu sangatlah mengherankan apabila sebagian orang yang mendakwakan diri sebagai pejuang dakwah Islam -orang-orang yang meneriakkan penegakan syari’at Islam- namun di sisi lain mereka sangat meremehkan arti penting tauhid dan aqidah. Padahal, tauhid inilah yang menentukan diterima atau tidaknya amal-amal manusia.
Allah ta’ala berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Sebesar apapun amal ketaatan yang dilakukan oleh seorang hamba -atau sebuah masyarakat- akan tetapi jika tidak dilandasi tauhid dan keimanan yang benar maka itu tidak ada nilai dan harganya. Ia akan lenyap begitu saja, terbuang sia-sia bersama dengan keringat yang mereka kucurkan, bersama dengan waktu yang mereka habiskan, bersama dengan tetesan darah yang mereka tumpahkan. Sia-sia tanpa makna!
Allah ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu; Jika kamu berbuat syirik maka lenyaplan seluruh amalmu dan kamu pasti termasuk golongan orang-orang yang merugi” (QS. Az-Zumar: 65)
Allah ta’ala juga berfirman,
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Dan Kami hadapkan apa yang dahulu mereka amalkan lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Tidakkah kita ingat ucapan emas Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma ketika beliau mendengar ada sebagian orang yang tidak beriman terhadap takdir -sementara mengimani takdir adalah bagian tak terpisahkan dari tauhid-? Beliau mengatakan, “Demi Dzat yang jiwa Ibnu ‘Umar berada di tangan-Nya, seandainya ada salah seorang diantara mereka yang memiliki emas sebesar Uhud lalu dia infakkan, maka Allah tidak akan menerima hal itu dari mereka kecuali apabila mereka mengimani takdir.” (HR. Muslim)
Tidakkah kita ingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meriwayatkan dari Rabbnya, dimana Allah berfirman, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang di dalamnya dia mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)
Penulis: Ari Wahyudi
Sumber: Muslim.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar