Pembahasan - Pembahasan Mengenai Puasa Ramadhan (2)
Dalam kesempatan ini kita akan melanjutkan pembahasan ramadhan yang telah kita bahas pada kesempatan yang lalu
# Bagaimana
hukumnya puasa pada hari syak (hari keraguan apakah telah masuk bulan ramadhan
ataukah belum) yang mana hilal ramadhan tidak kelihatan pada malam 30 sya’ban?
Jika hilal
ramadhan tidak kelihatan pada malam 30 sya’ban, maka bagaimana hukum puasa pada
hari setelahnya? Ulama dalam masalah ini mempunyai beberapa perkataan. Namun
perkataan (pendapat) yang terkenal terdapat 4 perkataan. Namun saya disini
hanya menuliskan pendapat yang rajihnya saja. Yaitu:
Tidak boleh
puasa pada hari itu, baik puasa wajib maupun puasa sunnah. Dan ini adalah
pendapat jumhur ulama dan salah satu riwayat dari Ahmad. Dan mereka berdalil
dengan dalil dibawah ini:
1.
Hadits Abu Hurairoh, bahwasanya Rasulullah
bersabda:
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ.
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ.
“Tidak diperbolehkan salah seorang dari kalian
mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari, kecuali kalau dia harus
berpuasa pada hari itu karena kebiasaannya, maka berpuasalah.”[1]
2.
Hadits Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah bersabda:
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً ، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ لَيْلَةً ، فَلاَ تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ ، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ ثَلاَثِينَ
“Bulan itu(bulan Sya’ban) dua puluh sembilan malam. Maka janganlah
kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila tertutup mendung,
sempurnakanlah (bulan Sya’ban) menjadi tiga
puluh hari”[2]
3.
Dan Hadits Ammar bin Yasir, beliau berkata:
من صام اليوم الذي شك فيه فقد عصى أبا القاسم
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak (keraguan apakah telah masuk ramadhan atau belum) maka ia telah mendurhakai Abul Qasim (Nabi Muhammad, dan ini adalah salah satu kunyah beliau)”[3]
من صام اليوم الذي شك فيه فقد عصى أبا القاسم
“Barangsiapa yang berpuasa pada hari syak (keraguan apakah telah masuk ramadhan atau belum) maka ia telah mendurhakai Abul Qasim (Nabi Muhammad, dan ini adalah salah satu kunyah beliau)”[3]
4.
Adapun mengatakan kita harus berpuasa, dalam
rangka ihtiyat (menjaga-jaga) ditakutkan jika ramadhan telah masuk, maka ini
tidaklah dinamakan dengan ihtiyat akan tetapi tanatthu’ (berlebih-lebihan) dalam
agama. Karena ihtiyath dilakukan dalam
segala bentuk amalan yang asalnya adalah wajib. Adapun jika asalnya tidaklah
wajib maka tidak ada ihtiyath dalamnya. Seperti puasa pada hari syak ini. Yang
mana asalnya pada hari itu, tidak diwajibkannya puasa. Maka puasa pada hari itu
bukanlah ihtiyat akan tetapi hanyalah tanatthu’. Dan agama telah melarang
tanattu’ (berlebih-lebihan).
Rasulullah bersabda:
هلك المتنطعون
“Binasalah orang yang berlebih-lebihan”[4]
Rasulullah bersabda:
هلك المتنطعون
“Binasalah orang yang berlebih-lebihan”[4]
# Apakah wajib
atas penduduk suatu negri untuk berpuasa ramadhan jika pada suatu negri lain terlihat
pada saat itu hilal ramadhan? Seperti saat ini, banyak dari masyarakat
indonesia menjadikan patokan negara arab saudi untuk berpuasa ramadhan.
Maka dalam
masalah ini, yang benar adalah jika hilal terlihat pada suatu negara maka
negara lain tidak harus berpuasa. Dikarenakan daerah terbitnya hilal setiap
daerah adalah berbeda-beda. Dan perbedaan terbitnya hilal setiap daerah telah
diketahui oleh kita semua dengan logika.
Dan dalil dari
perkataan dan pendapat ini adalah hadits kuraib, beliau berkata:
قدمت الشام ، واستهل
علي هلال رمضان ، وأنا بالشام ، فرأينا الهلال ليلة الجمعة ، ثم قدمت المدينة في آخر
الشهر ، فسألني ابن عباس ثم ذكر الهلال فقال: متى رأيتم الهلال؟ قلت: رأيناه ليلة الجمعة.
فقال: أنت رأيته ليلة الجمعة؟ قلت: نعم ، ورآه الناس وصاموا وصام معاوية . فقال: لكن
رأيناه ليلة السبت ، فلا نزال نصوم حتى نكمل ثلاثين أو نراه . فقلت: ألا تكتفي برؤية
معاوية وصيامه؟ فقال: لا هكذا أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Saya datang
ke Syam, lalu melihat hilal bulan Ramadhan ketika saya di sana. Kami melihat
hilal itu pada malam Jum’at. Kemudian saya pergi ke Madinah pada akhir bulan.
Ibnu ‘Abbas bertanya kepada saya tentang hilal: ‘Kapan engkau melihat hilal?’.
Saya katakan: ‘Kami di Syam melihatnya pada malam Jum’at’. Ibnu Abbas berkata:
‘Engkau melihatnya malam Jum’at?’. Kujawab: ‘Ya, orang-orang melihatnya
kemudian berpuasa, dan Mu’awiyah pun berpuasa’. Ia berkata lagi: Tapi
orang-orang di sini melihatnya pada malam Sabtu. Kami tidak puasa hingga
sya’ban genap 30 hari atau karena kami melihatnya’. Aku berkata kepadanya: ‘Mengapa
engkau tidak mengikuti ru’yah Mu’awiyah dan berpuasa bersama mereka (penduduk
Syam)?’. Ia menjawab: ‘Tidak, demikianlah yang diperintahkan Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam’”[5]
Dan kita
melihat sendiri, bahwasanya setiap negara berbeda-beda dalam masalah waktu
shalat 5 waktu, sahur, berbuka, begitu pula pastilah setiap negara akan berbeda
dalam masalah bulanan seperti bulan ramadhan ini.
Terus
bagaimana sikap kita dalam masalah ini?
Sikap kita
yang paling tepat adalah dengan mengikuti pemerintah. Dikarenakan rasulullah
bersabda:
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ، وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Hari berpuasa
adalah adalah hari di mana kalian semua berpuasa, dan hari ‘Idul Fithri kalian
adalah hari di mana kalian semua melaksanakan ‘Idul Fihtri, begitu juga hari
‘Idul Adha kalian adalah hari di mana kalian semua melakukan ‘Idul Adha.”[6]
Dalam hadits
ini, imam tirmidzi memeberikan keterangan:
وَفَسَّرَ بَعْضُ
أَهْلِ العِلْمِ هَذَا الحَدِيثَ، فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ
وَالفِطْرَ مَعَ الجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ
“Sebagian ulama menjelaskan hadis ini, dimana beliau mengatakan: “Makna hadis ini, bahwa puasa dan hari raya dilakukan bersama jamaah (kaum muslimin) dan seluruh masyarakat.”[7]
“Sebagian ulama menjelaskan hadis ini, dimana beliau mengatakan: “Makna hadis ini, bahwa puasa dan hari raya dilakukan bersama jamaah (kaum muslimin) dan seluruh masyarakat.”[7]
Dengan ini siapakah
yang dapat mengumpulkan seluruh rakyat manusia untuk berpuasa dalam satu waktu
kecuali pemerintah. Karena rasulullah telah mewajibkan kepada kaum muslimin untuk
mentaati pemerintah walaupun ia adalah seorang budak. Rasulullah bersabda:
عليكم بالسمع و الطاعة و إن تأمر عليكم عبد حبشي
“Wajib atas kalian mendengar dan mentaati walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari habasyah”[8]
عليكم بالسمع و الطاعة و إن تأمر عليكم عبد حبشي
“Wajib atas kalian mendengar dan mentaati walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari habasyah”[8]
Dengan ini
pembahasan bagaimana menetapkan bulan ramadhan apakah dengan ru’yah ataukah hisab,
begitupula hukum puasa pada hari syak, dan hukum mengikuti negara lain dalam
masalah ru’yah telah kita bahas.
Insya Allah
pembahasan mengenai ramadhan lainnya akan kita bahas pada kesempatan mendatang.
Allahu a’lam.
Artikel: al-amiry.blogspot.com
[1] HR Bukhari Muslim
[2] HR Bukhari Muslim
[3] HR Abu Dawud Tirmidzi Nasa’i. Dan
dishahihkan oleh syaikh Al Albani
[4] HR Muslim Abu Dawud
[5] HR Muslim 1087
[6] HR
Tirmidzi dan Ad Daruquthni. Dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
silsialah shohiihah
[7] Sunan Timidzi 3:71
[8] HR Ahmad Tirmidzi Abu Dawud
SUmber : al-amiry.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar